Tantangan Zaman: User Tidak Mau Baca

Kemarin, saya komplain ke salah satu marketplace terbesar di Indonesia. Balasan aduan saya kurang lebih: “intinya dia menginformasikan, bahwa setiap hal ada ketentuan yang sudah tercantum di terms of service. Harap dibaca dulu, agar aktivitas saya lebih lancar”.

Saya ingin melakukan transaksi menggunakan kode promo. Namun, karena ada ketentuan untuk menggunakan kode promo tersebut, alhasil saya tidak bisa menggunakannya. Karena tidak bisa menggunakannya, saya kecewa, dan curhat ke customer service-nya.

Membaca balasan petugas tersebut, saya tertegun, diam, dan “what the ini orang…” sembari menenangkan diri bahwa “ya, memang salah saya tidak membaca”.

Menarik. Karena secara tidak langsung, hal ini berkaitan dengan pekerjaan yang sedang saya geluti saat ini.

Hal yang tidak membuat saya paham adalah informasi yang disampaikan tidak begitu jelas. Tidak terbaca, sehingga saya tidak memahami. Ternyata, agar saya bisa menggunakan kode promo, harus begini begitu, ada syarat di belakangnya.

Ketika saya membahas ini, saya sadar ini akan bertabrakan dengan norma marketing. Di marketing itu kan, sudah biasa ya yang namanya berjualan, tapi jangan norak lah. Atau mungkin yang orang bilang, soft selling.

Saya sendiri bukan anak marketing. Jadi tidak begitu paham, Anda ini sebenarnya mau dapat duit atau tidak. Tentunya kalau ingin dapat duit, informasi produk harus dibuat sejelas mungkin, agar calon pembeli mau transaksi. Sehingga, dapat menukarkan uang, tadinya di rekening pembeli, sekarang uangnya ada di rekening kita.

Sesederhana itu.

Tapi saya berusaha memahami, pada praktiknya, gak sesederhana itu. Pasti setelah sampai pada paragraf ini, kamu bilang: “nanti kalo jualannya jelas, orang gak mau beli, karena orang gak mau dipaksa”.

Jadi, jalan satu-satunya terkadang: “yang penting customer service-nya saja menjelaskan”. Tidak efektif. Kita menciptakan susah payah info produk di depan (harusnya inilah yang menjadi customer service), malah tetap saja ujung-ujungnya kita membutuhkan manusia lagi untuk menjelaskan.

Well, seperti yang sudah saya bilang sebelumnya, manusia itu didesain mengikuti zamannya. Ya, termasuk generasi kita yang malas baca. Persoalannya bukan generasinya malas baca, tapi bahan bacaannya sudah tak lagi menarik. Perlu adanya pembaruan, perlu adanya penyegaran.

Jika ditelaah, makna baca itu tidak hanya kita membaca tulisan, tapi juga segala aktivitas aktif yang dicerna melalui mata, itu juga membaca.

Mari buatkan jadi sederhana: “dengan demikian, menonton pun adalah membaca”. Sama-sama ada aktivitas yang melibatkan mata. Bedanya? Bedanya hanya pada objek yang dilihat. Membaca tulisan ialah mengolah abjad yang dirangkai menjadi kalimat, lalu kalimat disusun menjadi paragraf, sedangkan menonton, visualnya lebih aktif, perpaduan warna, objek bergerak.

Balik lagi pada marketing, jika ternyata tantangannya adalah generasi saat ini sulit membaca, idealnya supaya informasi produk tersampaikan, cara penyampaiannya harus dirombak. Jangan lagi fokus membuat informasi itu “plek” tulisan. Alhasil, karena banyaknya informasi karna informasi yang menumpuk, ada hal yang dikorbankan, ada hal yang disembunyikan, harus mengklik dahulu agar dapat informasi, dan seterusnya.

Fokus utama penyajian informasi yang menarik itu memang dengan visual. Tantangannya adalah, bagaimana tumpukan informasi (contohnya info tentang promo code) itu bisa disajikan, bisa divisualkan sesederhana mungkin.

Sehingga, pesannya dapat ter-deliver sempurna. Karena, kita mencoba pendekatan dengan “menonton” tadi. Sangat pasif, otak seolah tidak berpikir, jadi kitalah yang coba menggiring calon pembeli dalam hal ini, untuk mencoba produk kita. Syukur-syukur melakukan transaksi.

Kita tidak bisa melawan zaman. Perlu putar otak, agar orang “seperti membaca”. Yaitu, mengubah objek yang kita pajang, mengubah jualan yang kita jualkan, mengubah show yang kita pertunjukkan.

Akhir kata, dengan saya menulis begini pun bukan berarti saya langsung bisa memahami isi hati orang lain. Masih, masih, masih. Saya pun juga masih belajar bagaimana menerjemahkan tumpukan informasi tersebut menjadi informasi yang gampang dicerna, tanpa harus mengorbankan informasi penting itu sendiri.